Menekan angka pengeluaran, kira-kira demikian ketika kaum awam mendegar kalimat Revolusi Industri 4.0.
Revolusi Industri 4.0 merupakan transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional menurut Angela Merkel (2014).
Anda juga bisa mengunjungi BPS (Badan Pusat Statistik): https://www.bps.go.id/id
“Low cost High Benefit” Prinsip ekonomi yang pas menggambarkan Revolusi Industri 4.0. Proses produksi atau jasa yang awalnya sulit, butuh waktu dan proses yang lama, untuk menjadi lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah dalam prosesnya. Jadi pada kesimpulannya perusahaan menekan angka pengeluaran akan tetapi mendapatkan pemasukan yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini keberadaan dan kesejahteraan kaum buruh akan terancam.
Dari sejak dulu hingga sekarang ini, peran dari seorang buruh seringkali dikesampingkan dan dianggap tidak penting apalagi dengan adanya Revolusi Industri 4.0 ini. Padahal, jika dilihat dari nilai historisnya buruh memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan perekonomian negara khususnya di sektor industri. Tanpa buruh, tidak mungkin proses produksi bisa berjalan dan menghasilkan devisa atau keuntungan bagi negara.
Untuk memahami lebih lanjut tentang konsep “Low cost High Benefit” dan dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap buruh dan ketenagakerjaan ada bisa mengunjungai https://hbr.org/sponsored/2019/03/how-leaders-are-navigating-the-fourth-industrial-revolution
Disadari atau tidak lahirnya revolusi industry, berawal dari penggunaan tenaga kerja manusia yaitu buruh sebagai pelaku utama dalam peningkatan produktifitas, yang akhirnya dikembangkan dengan teknologi digital dengan penunjang atau penggabungan fasilitas internet. Lebih tepatnya buruh menjadi experiment lahirnya revolusi Industri yang pada akhirnya tidak ada nilainya. Perkembangan teknologi dan kesediaan fasilitas internet ini juga sangat berdampak pada perubahan pola pikir pekerja yang lebih cenderung tidak menggunakan tenaga otot sebagai implementasi produktifitas yang berdampak begatif yaitu bermalas malasan. Apabila perilaku yang demikian berada pada para penggangguran terbuka, pasti akan berdampak kepada kesempatan mendapatkan pekerjaan terutama pada sektor industri

Lebih dari 250 juta rakyat indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah indonesia, pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan se luas-luasnya yang bersifat padat karya dan tanpa mengesampingkan kesejahteraannya, dalam artian apa yang mereka kerjakan harus sebanding apa yang didapatkan atau setidak tidaknya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada saat ini cukup terasa Pemerintah hanya mementingkan kaum kapitalis/pemodal terbukti dengan terlahirnya Undang-Undang Cipta Kerja pada awal tahun 2020. Seharusnya pemerintah menempatkan kaum buruh menjadi faktor utama dalam proses ekonomi bukan hanya menjadi faktor utama produksi. Apabila pemerintah tidak melaksanakannya kondisi ini sangat berpeluang menimbulkan Gerakan buruh dan Masyarakat untuk melakukan unjuk rasa. (Marsanto)
Leave a Reply