Suarapergerakan.id – Di tengah himpitan pasar yang fleksibel, kaum buruh masih tetap gencar melakukan perlawanan melalui aksi-aksi jalanan yang mereka gelar. Menguasai jalan raya, memblokade kawasan industri maupun pintu tol, merupakan aksi yang mulai dipilih oleh kaum buruh sebagai reaksi atas penguasa yang hampir tidak pernah melibatkan kaum buruh dalam setiap lahirnya kebijakan.
“Pergerakan buruh di Indonesia terus berlanjut sebagai reaksi atas ketidakadilan dan penindasan. Simak selengkapnya tentang perlawanan buruh di Indonesia.”
Pembahasan omnibus law yang dinilai asal-asalan kemudian digugat oleh kaum buruh, diinisiatori oleh Konferderasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan diikuti beberapa konfederasi lainnya. Tepat pada bulan November 2020, sidang putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat. Setelah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat, pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 meskipun sudah disahkan menjadi undang-undang, Perppu Cipta Kerja masih menimbulkan kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak.
Untuk mengetahui isi Perpu Nomor 2 Tahun 2022 bisa kunjungi https://peraturan.bpk.go.id/Download/287447/Perpu%20Nomor%202%20Tahun%202022.pdf
Kasus di atas benar-benar menggambarkan pemerintah lebih mementingkan kepentingan kaum pemilik modal daripada kepentingan buruh itu sendiri. Hal tersebut semakin diperparah dengan sistem kapitalis yang diterapkan di Indonesia saat ini, hanya menempatkan buruh sebagai salah satu unsur dari proses produksi, bukan sebagai faktor utama dalam proses ekonomi. Kondisi seperti inilah yang membuat para buruh tidak mendapatkan jalan lain melainkan dengan jalan mogok kerja dan aksi protes.
Pergerakan buruh di Indonesia memang sudah terjadi sejak lama. Kita dapat melihat sendiri bahwa dari mulai masa pra-imperialisme/kolonialisme pun sudah ada pergerakan buruh, walaupun dalam skala/intensitas yang kecil dan masih digolongkan dalam gerakan yang bersifat kedaerahan. Gerakan buruh di sini lebih pada protes dari kalangan petani (buruh tani) terhadap pemerintahan raja/sultan yang merasa ditindas dan dieksploitasi.
Bagi penulis yang juga merupakan pekerja, hal demikian harus diabaikan karena kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Dan sekali lagi, ketika ketidakadilan hadir di kaum buruh, maka keberanian perlawanan juga harus lahir dari kaum buruh itu sendiri. Dan semoga dengan tulisan ini, semangat perlawanan kaum buruh kembali menggelora dan kesejahteraan bisa kita didapatkan. (Marsanto)
Leave a Reply