Sidoarjo , Media Suarapergerakan.id | Di tengah hiruk-pikuk digitalisasi, komunitas kreatif justru menemukan ruangnya yang paling hidup di tempat-tempat yang bersahaja.
Seperti terlihat di sebuah rumah bergaya tradisional Jawa dengan atap tumpang dan nuansa hijau alami, puluhan anak muda terlihat berkumpul dalam sebuah forum kreatif bertajuk “Gathering 87”.
Tempat ini menjadi saksi bagaimana kreativitas bertumbuh dari obrolan sederhana, diskusi hangat, hingga kerja kolaboratif yang menciptakan dampak sosial dan ekonomi. Komunitas ini bukan hanya ajang unjuk karya, melainkan juga ruang belajar lintas disiplin seperti desain grafis, musik, fotografi, videografi, hingga UMKM berbasis seni.
Konsep Komunitas Kreatif: Ruang Aman untuk Ekspresi dan Kolaborasi
Konsep komunitas kreatif seperti yang terlihat pada acara ini didasarkan pada prinsip inklusivitas dan kolaborasi terbuka. Siapa pun dapat bergabung, terlibat dalam workshop, mempresentasikan karya, atau sekadar datang untuk belajar dan berbagi pengalaman. Tak jarang, rumah-rumah lama atau kafe tradisional disulap menjadi ruang ekspresi tanpa batas, seperti yang ditampilkan dalam gambar.
Manfaat Nyata Komunitas Kreatif
- Pemberdayaan Ekonomi Lokal Banyak komunitas kreatif bekerja sama dengan pelaku UMKM untuk menciptakan produk unik bernilai seni tinggi, meningkatkan penjualan dan daya saing.
- Peningkatan Keterampilan Program seperti kelas desain, editing, penulisan kreatif, hingga pemasaran digital sering diadakan untuk meningkatkan skill para anggotanya.
- Jaringan Sosial dan Peluang Karier Anggota komunitas sering mendapatkan peluang proyek, beasiswa, hingga pekerjaan freelance berkat jejaring yang mereka bangun.
- Ruang Aman untuk Anak Muda
Komunitas ini menjadi tempat yang positif untuk menyalurkan ide, menghindari toxic environment, serta menjauhkan anak muda dari pergaulan negatif.
Fenomena yang Sedang Berkembang
Data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2024 menunjukkan bahwa sektor ekonomi kreatif menyumbang 7,8% terhadap PDB nasional. Komunitas-komunitas kecil seperti ini menjadi ujung tombak penggerak ekonomi kreatif berbasis komunitas.
Bahkan, UNESCO menyebut kota-kota seperti Yogyakarta dan Bandung sebagai “Creative Cities” karena aktivitas komunitasnya yang masif dan berkelanjutan.