Surabaya, Media Suarapergerakan.id | Suasana di depan Kantor Gubernur Jawa Timur , Surabaya, pada siang hari ini tampak kontras. Seorang peserta aksi duduk di tengah jalan, mengenakan baju berwarna hijau toska dan topi hitam, sambil meneguk air mineral di bawah teriknya matahari. Di hadapannya, kawat berduri dipasang rapat, membatasi jarak antara massa aksi dengan gedung pemerintahan yang dijaga ketat oleh barisan aparat kepolisian, yang diketahui bernama A.SOLEH S.H, yang saat ini menjabat Ketua DPC Fspkep-KSPI Pasuruan.
Aksi ini menjadi bagian dari demonstrasi buruh dan masyarakat sipil yang menyoroti berbagai kebijakan pemerintah daerah maupun nasional yang dinilai belum berpihak pada rakyat kecil. Fenomena duduk santai sambil minum air di tengah kepungan aparat dan kawat berduri merefleksikan dua sisi: kerasnya sikap pengamanan negara, namun juga kuatnya tekad masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dengan cara damai.
Menurut catatan LBH Surabaya, sepanjang tahun 2025 sudah tercatat lebih dari 37 aksi unjuk rasa buruh di Jawa Timur, sebagian besar berkaitan dengan tuntutan upah layak, perbaikan sistem kerja kontrak, hingga penolakan PHK massal. Kasus terakhir yang menjadi sorotan adalah dugaan pelanggaran hak-hak pekerja di sektor industri manufaktur, termasuk keterlambatan pembayaran upah dan pemutusan hubungan kerja sepihak.
Meski aparat tampak siap siaga dengan pagar betis dan kawat berduri, aksi hari ini berjalan damai. Tidak ada kericuhan berarti, dan para peserta lebih memilih menyampaikan pesan lewat poster dan spanduk. Salah satunya terbentang di jalan raya, berisi tuntutan terkait perlindungan buruh dan kesejahteraan keluarga pekerja.
Fenomena ini mengingatkan pada pola protes serupa di berbagai negara, di mana demonstrasi rakyat selalu dihadapkan dengan simbol-simbol kekuatan negara. Namun, duduk tenang di bawah terik matahari sambil meneguk air menjadi potret sederhana tentang keteguhan rakyat kecil: bahwa mereka tidak akan mundur meski dibatasi kawat berduri.