Sidoarjo, Media Suarapergerakan.id | Kebijakan terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pengetatan pengawasan transaksi keuangan perbankan menuai kontroversi di pasar modal. Saham sejumlah bank besar di Indonesia mengalami penurunan tajam setelah PPATK merilis aturan baru yang memperketat pelaporan transaksi mencurigakan, termasuk pembekuan rekening secara sepihak sebelum proses peradilan.
Fenomena dan Kasus:
Sejak diberlakukannya kebijakan baru PPATK pada akhir Juli 2025, investor dan pelaku pasar mulai cemas. Kebijakan tersebut memperluas kewenangan PPATK untuk melakukan pembekuan rekening tanpa menunggu proses hukum yang tuntas. Sejumlah kasus mencuat, termasuk pembekuan mendadak terhadap rekening milik nasabah korporasi dan investor besar yang tidak diberi kesempatan klarifikasi.
Fenomena ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem perbankan nasional. Banyak nasabah khawatir dana mereka bisa dibekukan sewaktu-waktu tanpa dasar hukum yang kuat. Akibatnya, arus dana keluar (capital outflow) meningkat, terutama dari investor asing.
Penyebab Saham Bank Anjlok:
Kepanikan Investor: Ketakutan atas kemungkinan pembekuan dana membuat investor menarik dana dari bank, menyebabkan likuiditas terganggu.
Kejatuhan Kepercayaan Publik: Nasabah ragu untuk menyimpan dana dalam sistem perbankan, berpotensi memperparah penarikan besar-besaran (bank run).
Spekulasi dan Tekanan Pasar: Sentimen negatif berkembang cepat, menyebabkan aksi jual di pasar modal.
Minimnya Sosialisasi: Kebijakan diterapkan tanpa konsultasi luas dengan industri perbankan dan pasar modal.
Dampak:
IHSG Sektor Perbankan Terkoreksi: Dalam satu minggu terakhir, indeks sektor keuangan turun hingga 7%, dengan beberapa bank besar seperti BRI, BCA, dan Mandiri mencatat penurunan saham hingga 10–12%.
Investor Asing Mundur: Data BEI menunjukkan penurunan signifikan dalam kepemilikan asing di sektor perbankan.
Bank Khawatir Rugi Reputasi: Perbankan nasional mulai meminta pemerintah dan PPATK meninjau ulang kebijakan yang dianggap “overreach” ini.
Tanggapan Berbagai Pihak:
PPATK: Mengklaim kebijakan ini penting untuk menindak kejahatan keuangan, pencucian uang, dan pendanaan terorisme. “Kami bertindak sesuai UU, dan ini demi kepentingan nasional,” ujar Kepala PPATK.
OJK & BI: Meminta evaluasi agar stabilitas sektor keuangan tidak terganggu.
Asosiasi Bank Nasional: Menyatakan kekhawatiran bahwa ketidakseimbangan antara fungsi pengawasan dan kepastian hukum dapat merusak kepercayaan sistemik.
Kesimpulan:
Kebijakan PPATK yang bertujuan meningkatkan pengawasan keuangan justru menimbulkan kepanikan di pasar dan mendorong penurunan saham sektor perbankan. Tanpa koordinasi yang baik dengan regulator keuangan dan pemangku kepentingan, kebijakan yang baik sekalipun dapat berdampak kontraproduktif. Revisi atau klarifikasi dari PPATK diperlukan agar integritas hukum tetap berjalan tanpa mengorbankan stabilitas pasar keuangan.