Peran Media Dalam Propaganda Melawan Kebijakan Pemerintah

Dalam era digital yang semakin terbuka, media memiliki kekuatan luar biasa untuk membentuk opini publik.

Tidak hanya sebagai sarana informasi, media kini kerap digunakan sebagai alat propaganda yang kuat, termasuk dalam melawan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kelompok tertentu.

Fenomena ini menimbulkan perdebatan serius mengenai batas antara kebebasan pers dan tanggung jawab etis media dalam kehidupan demokrasi.

Media massa seharusnya berfungsi sebagai pengawas kekuasaan (watchdog), memberikan informasi akurat, serta menjadi ruang diskusi publik yang sehat.

Namun dalam praktiknya, beberapa media justru beralih fungsi menjadi alat propaganda, terutama saat kebijakan pemerintah tidak sejalan dengan kepentingan kelompok-kelompok tertentu. baik politis, ekonomi, maupun ideologis.

Dalam beberapa kasus, media digunakan untuk membentuk persepsi publik secara sistematis terhadap kebijakan tertentu. Ini terlihat dalam pemberitaan yang cenderung menyudutkan, penggiringan opini, hingga penyebaran informasi yang tidak lengkap bahkan hoaks yang dikemas seolah-olah sebagai fakta.

Contohnya terlihat saat pemerintah meluncurkan kebijakan kontroversial seperti revisi Undang-Undang Cipta Kerja, kenaikan harga BBM bersubsidi, atau penguatan sektor hilirisasi tambang. Beberapa media arus utama dan media alternatif tampak mengemas berita dengan narasi tertentu yang menekankan sisi negatif kebijakan, tanpa menyertakan analisis seimbang dari berbagai perspektif.

Kaya Biro Media FSP KEP

Di luar media arus utama, media sosial dan portal berita independen juga memainkan peran penting dalam penyebaran propaganda. Dengan algoritma yang mendukung konten sensasional dan bersifat memecah belah, narasi-narasi anti-pemerintah kerap tersebar lebih luas dan cepat. Penggunaan influencer, jurnalis warga, hingga akun anonim telah menjadi strategi ampuh dalam menyampaikan pesan-pesan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah.

Tidak bisa dimungkiri bahwa propaganda telah menjadi bagian dari strategi komunikasi politik sejak lama. Namun dalam konteks demokrasi modern, manipulasi informasi atas nama propaganda dapat menyesatkan publik dan merusak kepercayaan terhadap institusi negara.

Masalahnya, batas antara kritik yang sah dan propaganda destruktif sering kali kabur. Media yang mengedepankan agenda tertentu terkadang menyembunyikan afiliasi politik atau sponsor ekonomi di balik liputan mereka. Hal ini menyebabkan masyarakat sulit membedakan antara berita faktual dan kampanye terselubung.

Respons pemerintah terhadap propaganda media sering kali menimbulkan kontroversi tersendiri.(Alfan)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *